Manusia diciptakan Tuhan sebagai makhluk yang paling sempurna. Kesempurnaan bentuk itu merupakan anugerah sekaligus perintah agar memanfaatkan kesempurnaannya untuk menjadi khalifah di muka bumi. Salah satu tanda anugerah itu ialah kesempurnaan panca indera. Mata merupakan karunia sebagai penyempurna panca indera manusia. Mata dibaratkan jendela jiwa karena dapat melukiskan perasaan hati seseorang, bahkan bisa mendeteksi kebohongan atau kejujuran seseorang.
Namun, tidak semua orang memiliki kesempurnaan panca indera. Banyak orang yang tidak bisa melihat karena pembawaan atau karena penyakit tertentu. Kebutaan, secara fisik memang sebuah keterbatasan atau kekurangan, tetapi di sisi lain bisa memiliki kelebihan yang berarti. Intuisi dan kepekaan orang yang tidak bisa melihat biasanya lebih tajam daripada orang yang sempurna panca inderanya. Buta mata tidak berarti buta hati.Mungkin kalimat itu juga pantas untuk menggambarkan sosok yang sangat peduli terhadap nasib dan kehidupan sesamanya, Louis Braille. Keterbatasan penglihatan tidak membuatnya berpikir terbatas, justru mampu membuatnya berkarya, menciptakan sesuatu yang bermanfaat bagi para tunanetra.
Dalam buku Tell Me When – Science and Technology, Louis Braille menciptakan Sistem Braille pada tahun 1829. Sistem ini dikembangkannya untuk memungkinkan para tunanetra sepertinya bisa membaca dan menulis. Sebelumnya, pada tahun 1517, sebuah sistem membaca untuk para tunanetra diciptakan. Huruf Alfabet diukir pada balok kayu agar tunanetra dapat membaca. Sistem ini memang sangat membantu perkembangan membaca para tunanetra di masa itu, tetapi ada kekurangannya yaitu para tunanetra tidak dapat membayangkan bentuk huruf ketika mereka ingin menulis.
Dengan adanya kekurangan ini, Braille mencoba menciptakan sistem yang lebih lengkap. Sistem Braille yang ia ciptakan terdiri dari sejumlah titik. Setiap huruf Alfabet diwakili oleh gabungan titik. Gabungan titik ini ditekankan pada kertas hingga menimbulkan tonjolan. Para tunanetra cukup menggerakkan jarinya pada tonjolan tersebut untuk mengenali setiap huruf dan menyusun kata-kata. Ujung jari sangat sensitif terhadap tekstur, sehingga bentuk huruf Braille dapat dirasakan para tunanetra. Sebuah proses, sistem dan analisa yang sederhana pada awalnya, tetapi mampu mengubah perspektif dan persepsi dunia terhadap eksistensi dan kapabilitas tunanetra.
Hingga saat ini, karya Braille ini masih digunakan karena terbukti mampu meningkatkan kemampuan baca-tulis tunanetra. Namun, dalam perkembangannya, huruf Alfabet yang dirancang dalam sistem Braille mengalami perkembangan dari segi pembuatan dan penggunaannya. Banyak huruf Braille diciptakan dari bahan yang tidak mudah lapuk dan tahan lama. Belakangan, bagi para tunanetra juga disediakan Braille dalam huruf-huruf Hijaiyah (Huruf-huruf Arab). Tentu saja tujuannya agar selain mampu mengucapkan surat-surat yang mereka pelajari melalui indera pendengaran, mereka juga dapat belajar membaca dan menulis huruf-huruf Hijaiyah secara mandiri. Perkembangan ilmu pengetahuan dapat dijadikan alat dan lahan syiar, serta meningkatkan keimanan dan ketakwaan kepada Yang Maha Sempurna. Sebuah karya Braille yang benar-benar menginspirasi banyak orang untuk menghidupkan kegelapan.
Subhanalloh, anugerah itu tak pernah berhenti bagi orang yang mau membaca dan berusaha membuat hidup lebih berharga. (Nia Hidayati) Referensi : Tell Me When – Science and Technology
Tuhan menciptakan kekurangan pada diri manusia, tetapi Tuhan memberikan kelebihan kepada manusia. Sebaik-baik manusia adalah yang memanfaatkan kelebihannya untuk kemaslahatan sesamanya. Ketidaksempurnaan raga bukan penghalang untuk membuat hidup orang lain lebih sempurna dan bahagia.
sumber : http://niahidayati.net
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.